Anak SD Korban Kekerasan Seksual di Sumbawa Melahirkan

Bagikan berita

SUMBAWA, Samotamedia.com – Seorang anak korban kekerasan seksual dikabarkan melahirkan di Rumah Sakit Manambai Abdulkadir (RSMA), Selasa (28/9/2021) malam. Mirisnya, korban adalah pelajar kelas 6 sekolah dasar.

Kejadian itu dibenarkan Pendamping Sosial Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kabupaten Sumbawa, Fathilatulrahmah, S.Pd. Menurutnya korban adalah N anak 12 tahun usia, asal Kecamatan Moyo Hulu Kabupaten Sumbawa.

”Korban melahirkan tadi malam di rumah sakit atas (RSMA),” kata Fathilatulrahmah saat dikonfirmasi samotamedia.com via telefon seluler, Rabu (29/9/2021).

Anak malang itu merupakan korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh sorang pria beristri, tetangga korban sendiri. Peristiwa itu terjadi sekitar Sembilan bulan yang lalu. Namun baru terungkap setelah usia kandungan 7 bulan.

”Saat dilaporkan ke polisi, usia kandungan sudah tujuh bulan. Berarti kejadiannya sekitar tujuh bulan yang lalu (Dari sejak laporan masuk). Maklum anaknya bongsor, jadi tidak kelihatan kalau hamil,” terangnya.

Kini kasus tersebut telah dilimpahkan ke kejaksaaan dan sebentar lagi akan dilimpahkan ke pengadilan. Menurutnya, pelimpahan kasus dari kejaksaan ke pengadilan sempat ditunda karena menunggu korban melahirkan.

”Kasus ini sudah sih tahap dua. Malah sudah mau pelimpahan ke pengadilan. Cuma kemarin itu saya minta ke jaksanya itu agar menunggu korban melahirkan. Akhirnya ditunda,” ujarnya.

Menurut Fathilatulrahmah, korban melahirkan secara normal. Prosesnya pun tak terlalu lama. Pasca persalinan, kondisi korban dikabarkan sehat sehingga pihak rumah sakit telah mengizinkan korban untuk dipulangkan.

”Sempat video call. Dia melahirkan normal, dan juga proses melahirkan tidak terlalu lama. Kondisinya sehat dan sudah diizinkan pulang,” terangnya.

Bayi Korban Diadopsi

Korban telah dipulangkan dari rumah sakit pada Rabu (29/9/2021) kemarin. Namun tidak dengan bayinya. Menurut Fathilatulrahmah, bayi korban tidak ikut pulang bersama ibunya karena berbagai pertimbangan.

Pihak keluarga sangat khawatir jika kehadiran bayi laki-laki itu nantinya semakin menambah gangguan psikis terhadap korban. Dengan terpaksa, bayi malang itu harus berpisah dengan sang ibu dan dicarikan orang tua baru yang siap untuk mengadopsinya.

”Anaknya itu diserahkan ke kita (LPA) untuk mencari orang tua adopsinya. Dan kebetulan ada orang yang mau mengadopsi. Karena ini anak melahirkan anak kan. Masih kecil, masih usia kelas 6 SD. Terus kalau dirawat anaknya itu, takutnya trauma korban tidak akan sembuh. Melihat bayi itu dia akan selalu mengingat kejadian yang telah dialami,” terangnya.

Kasus semacam ini bukanlah pertama kali terjadi. Ketika ada bayi korban yang diserahkan ke LPA maka LPA segera mencarikan orang tua adopsi. Itu pun, kata dia, orang tua adopsi tidaklah sembarang orang.

Sebaliknya, jika tidak ada orang tua yang siap untuk mengadopsi maka bayi bersangkutan diserahkan ke Balai Rehabilitasi Sosial Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus (BRSAMPK) Paramita di Mataram. (Jho)

Bagikan berita

1 Comment

  • Sebaiknya bayi tidak dipisahkan dengan ibunya. Jika pertimbangan karena efek psikologis bagi sang ibunya maka yang terbaik adalah ibu serta anaknya ditampung dan diayomi oleh LPA Sambil diberi bimbingan psikologis hingga benar” sehat dan pulih dari traumanya. Memisahkan bayi dari ibunya adalah DOSA BESAR, apapun alasannya. Jika pertimbangan ada kekhawatiran efek trauma terjadi pada ybs. maka akan diperparah sejalan dengan bertambah dewasanya ybs. Bagaimana dan apapun latar belakang masalahnya suatu saat ybs dengan naluri keibuannya akan mencari anaknya. Pada saat inilah efek psikologisnya akan lebih parah. Saran saya tampung dan lindungi keduanya dan jangan membuat DOSA BESAR hanya karena alasan khawatir atas trauma yg akan timbul.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

berita terkait

Cari Berita Lain...