Para matematikawan yang tergabung dalam Alumni Departemen Matematika Universitas Indonesia baru-baru ini menerbitkan sebuah makalah tentang prediksi kapan pandemi virus corona di Indonesia berakhir.
Penelitian ini dilakukan oleh Barry Mikhael Cavin, Rahmat Al Kafi, Yoshua Yonatan Hamonangan, dan Imanuel M. Rustijono, yang memprediksi puncak dan akhir wabah virus corona dengan menggunakan model matematika sederhana yang dikembangkan dengan model SIRU. Data yang mereka gunakan untuk simulasi adalah data kasus kumulatif yang dipublikasikan oleh kawalcovid19.id dari 2 Maret hingga 29 Maret 2020. Data tersebut kemudian diaplikasikan dalam kurva eksponensial dan dihitung secara matematis untuk mendapatkan nilai estimasi kasus virus corona.Selanjutnya nilai estimasi digunakan untuk menghitung nilai awal dari beberapa kuantitas pada model SIRU, yakni Infected dan Unreported Case. Peneliti meyakini dalam kasus COVID-19 banyak orang yang terinfeksi namun tidak menunjukkan gejala, seperti yang terjadi di negara lain.
Peneliti kemudian mengamplikasikannya dalam grafik yang menunjukkan banyaknya kasus positif baru dan banyaknya penambahan orang yang terinfeksi per hari, dengan rincian:
- Infected: lebih dari 900 orang (Individu yang terinfeksi SARS-CoV-2 namun belum menunjukkan gejala),
- Reported: lebih dari 500 orang (Individu yang sudah terinfeksi SARS-CoV-2 dengan gejala dan sudah dilaporkan),
- Unreported: lebih dari 3.000 orang (Individu terinfeksi SARS-CoV-2 dengan gejala namun tidak melaporkan karena gejala yang muncul tidak berat atau ringan).
Dari data tersebut terlihat bahwa jumlah orang yang terinfeksi lebih banyak daripada orang yang terkonfirmasi positif. Berdasarkan estimasi ini, pandemi COVID-19 diprediksi akan mencapai puncaknya pada 16 April 2020 dengan kasus mencapai 546 positif baru, dengan akumulasi kasus positif mencapai 17.000 kasus. Pandemi diperkirakan akan berakhir pada Mei hingga awal Juni 2020.
Perlu dicatat, jumlah kasus 546 positif per hari adalah penerapan dari skenario terbaik di mana pemerintah mulai memberlakukan kebijakan strategis dan masyarakat melakukan physical distancing secara disiplin. Ini artinya, jumlah kasus bisa lebih tinggi jika pemerintah tidak menerapkan kebijakan yang represif untuk mengurangi penularan.
Ya, dalam hal ini, menurut peneliti ada cara yang bisa dilakukan untuk mencegah agar tidak terjadi ledakan kasus, atau setidaknya menekan jumlah kasus virus corona di Indonesia. Salah satunya adalah menerapkan physical distancing. Berdasarkan data, 1 orang positif COVID-19 bisa menularkan virus pada 2 hingga 3 individu, dengan jumlah penduduk yang terinfeksi mencapai ribuan orang. Jika implementasi physical distancing tidak dilaksanakan secara disiplin, maka akan semakin banyak orang yang tertular dan menjadi reported case.
Namun, ketika implementasi physical distancing dijalankan secara serius dan disiplin, maka interaksi antarmanusia bisa seminim mungkin dan menyelamatkan banyak orang dari infeksi virus SARS-CoV-2, penyebab penyakit COVID-19. Semakin cepat interaksi antarmanusia dikurangi maka semakin baik untuk menekan banyak pasien positif baru per hari. Peneliti mengatakan, untuk mewujudkan hal tersebut kebijakan dan intervensi pemerintah seperti menutup tempat hiburan dan memberlakukan Work From Home (WFH) turut berkontribusi dalam mengurangi laju interaksi antarmanusia. Seandainya tindakan ini tidak diambil dari awal, keadaan mungkin akan lebih buruk. Hingga Selasa (31/3), jumlah kasus positif virus corona di Indonesia telah menembus angka 1.528, dengan di antaranya 136 orang meninggal dan 81 orang dinyatakan sembuh.