SUMBAWA, Samotamedia.com – Sekretaris Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Sumbawa, Aulia Asman, memberikan penjelasan terkait regulasi perpajakan yang berlaku, khususnya dalam hal pembagian hasil pajak antara pusat dan daerah.
Dalam hearing bersama PT. SJR yang digelar DRPD Sumbawa belum lama ini, Aul menjelaskan bahwa pajak merupakan pungutan yang bersifat close list, yang artinya sudah diatur oleh undang-undang terkait pajak yang dipungut oleh daerah dan pusat.
Terkait dengan pajak pertambangan, Aulia menyatakan bahwa pajak tersebut merupakan kewenangan pemerintah pusat, khususnya yang berkaitan dengan pajak Sumber Daya Alam (SDA) mineral dan batubara. Meskipun demikian, ada mekanisme bagi hasil yang memungkinkan daerah untuk mendapatkan bagian dari pajak tersebut. Pembagian hasil pajak tersebut diatur dalam proporsi yang jelas, di antaranya adalah 16 persen untuk provinsi, 32 persen untuk kabupaten/kota penghasil, 12 persen untuk kabupaten/kota yang berbatasan langsung dengan daerah penghasil, dan 12 persen untuk kabupaten/kota lain dalam provinsi yang sama. Sementara itu, kabupaten pengolah akan memperoleh 8 persen dari bagi hasil tersebut.
Aul juga menegaskan bahwa Bapenda sangat mengharapkan agar proses pengolahan sumber daya alam di Kabupaten Sumbawa dilakukan di daerah setempat. Hal ini penting karena akan berdampak pada jumlah bagi hasil yang diterima daerah.
“Kami sangat berharap kepada tambang di Sumbawa agar semua bentuk pengolahannya dilakukan di Kabupaten Sumbawa karena itu berdampak pada bagi hasil yang nantinya akan kita dapat,” ujarnya.
Untuk pajak daerah, Aulia menyebutkan bahwa Bapenda juga memungut pajak atas barang dan jasa tertentu, seperti pajak atas penyediaan makanan dan minuman yang diselenggarakan oleh rekanan dari SJR . Pada tahun 2023, pajak yang dipungut untuk sektor ini berjumlah Rp 215.316.000, dan meningkat menjadi Rp 723 juta pada tahun 2024.
Selain itu, pajak daerah juga timbul atas operasional SJR yang berkaitan dengan penggunaan jasa kelistrikan. Mengingat SJR menggunakan pembangkit tenaga sendiri dan tidak bergantung pada PLN, maka muncul pajak daerah yang dipungut. Pada tahun 2023, pajak ini mencapai Rp 6.200.000, dan pada tahun 2024 Rp 99 juta. Aulia juga menyebutkan bahwa berdasarkan informasi terakhir, kemungkinan pada tahun 2025, pembayaran akan dialihkan kepada PLN, namun Sumbawa tetap akan mendapatkan bagi hasil berupa 7 persen dari hasil pembayaran tersebut.
Terkait dengan pajak air tanah, Aulia menjelaskan bahwa pada tahun 2023, SJR masih menggunakan air tanah, namun pada tahun 2024 dan 2025 sudah beralih menggunakan sumber air permukaan. Pajak air permukaan ini merupakan pajak yang dipungut oleh provinsi.
Di sisi lain, untuk pajak pusat, meskipun Sumbawa mendapatkan bagi hasil, Aulia mengungkapkan bahwa hingga saat ini, informasi kontribusi pajak dari SJR belum diberikan secara detail oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu). “Kami sudah mencoba berkoordinasi, namun informasi pajak ini sifatnya rahasia. Kami juga telah melakukan pendekatan dengan Kemenkeu dalam bentuk MoU untuk pertukaran data pajak,” kata Aulia.
Secara keseluruhan katanya, total pajak daerah yang dipungut dari SJR pada tahun 2024 mencapai Rp 825 juta. (Red)