Kajian sosiologi hukum terhadap kasus Pernikahan pria dengan pria yang mengaku wanita
Beberapa hari lalu kita dikejutkan dengan kejadian luar biasa yaitu kasus “Cinta dibalas dusta pernikahan pria dengan wanita yang mengaku pria”. Kasus ini menghantakan seantro NTB dan saat ini sedang ditangani oleh aparat hukum. Penulis ini ingin membedah masalash ini dari kajian Sosiologi Hukum, menggunakan pendekatan Hukum Islam, sosial dan Hukum Pidana.
Makna Pernikah Dalam Islam
Hukum islam senantiasa memperhatikan kemaslahatan manusia dalam menghadapi masalah dalam kehidupannya, termasuk urusan pernikahan. Kita ketahui urusan pernikan bukanlah yang sederhana. Dalam Islam diatur secara gamblang, untuk tujuan kemaslahatan manusia, sehingga tidak terjerumus kepada perbuatan yang keluru.Salah satunya terkait dengan substansi jiwa yang berasal dari kehendak hawa nafsu manusia yang ingin melampiaskan seks diluar ketentuan Hukum Islam.
Penyimpangan biologis yang melanggar fitrah manusia seperti perkawinaan sesame jenis yang beberapa hari ini heboh, dalam hukum islam ditentang secara keras karena telah menyalahi aturan yang telah ada dalam Al-Qur’an dan Al-Hadist sebsgsi dasar hukum Islam yang telah ada. Dalam Hukum Islam Perkawinan adalah melakukan suatu akad atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara seseorang laki-laki dan perempuan untuk mewujudkan suatu kebahagiaan hidup berkeluarga yang diliputi rasa kasih sayang dan ketentramaan dengan cara-cara yang di ridahi Allah. Perkawinan sesame jenis tentu bukan merupakan hal yang di ridhai Allah karena telah menyalahi fitrah manusia.
Dalam surat An-nisa ayat 1 dan surat ar-rum ayat 21 menunjukkan bahwa fitrah manusia itu di lahirkan berpasang-pasangan yang seharusnya laki-laki berpasangan dengan perempuan dan sebaliknya.
Di dalam Islam, suatu pernikahan memiliki syarat dan rukun perkawinan yang hal ini sangat jelas ditetapkan dalam syariat Islam. Rukun perkawinan adalah sesuatu yang harus ada dalam perkawinan, jika salah satu rukunnya tidak terpenuhi maka perkawinan tidak akan sah. Dimana salah satu rukun Perkawinan dalam Islam adalah adanya calon pengantin perempuan. Perkawinan sesama jenis tidak memenuhi rukun tersebut dimana calon pengantin adalah orang yang berjenis kelamin sama.
Ta’aruf dan Pernikahan
Dalam dalil fikih ulama secara umum menekankan hukum haram bagi perkawinan sesama jenis yaitu : 1. Pelaku homoseksual harus dibunuh secara mutlak 2.Pelaku homoseksual harus di had zina, yakni dengan hukuman mushan maupun dirajam.3.Pelakunya harus disanksi sesuai perlakuannya.
Tentunya pernikahan itu di anggap pernikahan yang batal atau tidak sah secara Agama ataupun UU, Karena didalam Agama ataupun didalam UU pernikahan sesama jenis itu tidak diperbolehkan. Kita tau bahwa secara Agama itu sangat dilarang keras, karena beberapa hal yang bertantangan prinsip pernikahan, antara lain:
Pertama, tidak jujur dengan menyembunikan identitas kePriannya dengan mengaku perempuan. Pihak pria belum tuntas mengenal calon mempelai wanita. Kedua, Pelaku membiarkan dirinya menikah dengan sesama pria, tentu berhubunggan ataupun menjalin hubungan yang sah dengan sesame jenis itu sangat dilarang keras oleh norma agama dan norma hukum bangsa Indonesia.
Seharusnya kesalahan pertama tidak perlu terjadi, jika sebelumnya memplai pria melakukan penelitian atau mencari informasi terkait calon memplai wanita. Dalam Islam disebut ta’ruf, kalau kita memahami ini dari konsep ta’ruf, mengajarkan orang yang ingin menikah itu boleh untuk melihat keadaan calan memplai wanita, mungkin laki-laki tidak bisa melihatnya tapi ibu atau saudara perempuan dari laki-laki bisa melihat secara saksama calon memplai wanitanya.
Makna dari konsep ta’ruf adalah mempertagas, meneliti dan mengkaji kedua belah pihak sebelum melansungkan pernikahan, artinya ta’ruf menjadi media untuk saling menganal kedua keluarga agar dicapai kecocokan dan kepastian masing-masing keluarga sebelum melakukan pernikahan, pihal pria mengetai keluarga dan memplai wanita, begitu juga sebaliknya. Sehingga tidak tidak beli kucing dalam karung yang salah satu atau kedua pihal merasa terhinati dan merasa dirugikan.
Pernikahan Terlarang
Berita pernikah pria dangan pria mengaku wanita ini, sangat menghebohan dan sangat erat dengan perbedaan orientasi sek yang (dengan tidak mmengatakan penyakit sosial), dalam beberapa pandangan misalnya literasi terkait fenomena Homoseksual, kalau memang disengaja terjadinya pernikahan sesama jenis atau LGBT, LGBT dalam beberapa kasus yang pernah terjadi di Indonesia contonya di akhir 2018 LGBT sempat diributkan di Indonesia. dimana disahkan didalam UU supaya diperbolehkan pernikahan LGBT namun sampai saat ini isu itu kemudian menghilang pada saat 2018 yang dimana itu dibahas keras.
Di beberapa negara misalnya negara yang mayoritasnya penduduk non muslim, Belanda, Israel, Amerika, Rusia, Tailand dan lain sebagainya. Pernikahan sesama jenis memang diperbolehkan bahkan sudah di sahkan oleh negara-negara tersebut dengan alasan itu adalah bagian dari hak asasi manusia yang kemudian itu tidak boleh dilarang, namun di Indonesia sendiri LGBT Homoseksual ataupun Lesbian itu tentu tidak dibolehkan, karna mayoritas pendukuk Indonesia yang pertama adalah Islam.
Di Indonesia sendiri kita bisa melihat secara tiga hal pandangan hukum yang pertama; secara Islam tentu itu sangat salah sekali secara islam, karna Islam mengajarkan kalau kita katakan cinta ataupun ingin membangun sebuah rumah tangga tentu harus ada dasar biologis yang kita bangun yaitu supaya bisa melahirkan keturunan, dan yang kedua; secara kitab UU atau KUHP pernikahan sesame jenis sampai saat ini belum disahkan meskipun itu adalah kitab UU warisan blanda, dan di belanda sendiri pernikahan sesame jenis itu baru diperbolehkan beberapa tahun yang lalu, dan yang ketiga; secara adat ini yang berbahaya ketika melakukan pernikahan sesame jenis.
Selama sejauh ini tidak ada yang terjadi pernikahan sesama jenis, kalo kita melihat secara adat mungkin kalo kasus yang terjadi saat ini itu adalah kesalahan hingga mengakibatkan pernikahan sesame jenis, kalo sampai terjadi pernikahan sesama jenis dengan di sengaja diketahui oleh orang tentunya secara hukum pernikahan itu tidak dianggap secara sah, kalaupun memaksakan pernikahan maka pelaku tidak akan mendapatkan buku nikah dan sebagainya, dari sisi pandangan agama manapun UU terutama dia tidak akan mempunyai kartu keluarga baru yang terpenting buku nikah yang bar tentu dia tidak bisa mempunyai hal itu.
Budaya dan Nilai
Dalam Analisis secara sosial: kita harus melihat satu persatu secara menyeluruh kepada siapa dampaknya terlebih dahulu. Dampak yang pertama; kepada orang yang menyembunyikan identitas atau yang menganggap dirinya perempuan, tentu dari segi tempat tinggal ini akan berdampak bagi orang yang berbohong tersebut dia akan dikucilkan terutama dari masyarakat dan akan dianggap negatif oleh masyarakat, tentu cemooh-cemooh negatif atau cemooh-cemooh menjadi seorang pembohong ataupun cemooh-cemooh bahwa dia suka sama suka dengan sesam jenis itu akan diterima itu bisa kita katakana dia telah membuka aibnya sendiri karna kesalahan yang telah diperbuatnya.
Kedua; pada memplai pria, ini tentunya malu yang memang dirasakan pada saat ini bagi si pria, namun yang terlebih penting adalah bagi keluarga ada kemudian dampak sosial yang sangat besar yang harus mereka tanggung tidak luput dari perhatian ataupun tidak lepas dari kemungkinan keluarganya akan menerima ejekan ataupun cemooh dari masyarakat di sekitar tempat tinggalnya, karana telah menikahi seorang pria yang mengaku wanita, akan menerima hujatan atau ejekan dari masyarakat di sekitar tempat tinggalnya.
Ketiga; Ini secara kerugian tentu dampak besarnya akan dirasakan oleh memplai pria dan keluarganya, karena di dalam Adat Masyarakat Sasak ada namanya “Uang Pisuke” biasanya Uang Pisuke itu lebih besar dari pada Maskawin, yang diberikan oleh memplai pria kepada memplai wanita. Ini lah beberapa kerugian yang mungki dirasakan oleh mempalai pria dan keluarga.
Perbuatan Terlarang
Dalam Analisis secara Hukum: memplai wanita (pria mengaku wanita) ini bisa dijerat pasal pidana, sebagai mana termuat dalam Pasal 378 kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) mengenai penipuan berbunyi sebagai berikut: “Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.
Tentu memplai pria sebagai korban yang telah dibohongi oleh memplai wanita (pria yang mengaku dirinya perempuan), jadi korbanlah yang mengadu kepada kepolisian saat ini yang diadukan adalah kasus penipuan pada umumnya dan tentu yang harus dipakai oleh kepolisian adalah pasal penipuan.
Karena pria yang mengaku wanita ini dia ketika menikah pasti akan melibatkan kepala dusun, tentu disini ada kepala dusun atau saksi-saki , karna dia tidak mempunyai keluarga dia menggunakan KUA, pihak KUA pun sangat tidak jeli dalam hal Ini memeriksa KTP dan lain sebagainya, tapi mungkin secara hukum pihak KUA tidak bisa terlibat sebagai pelaku, karna dia juga merasa dibohongi oleh laki-laki yang mengaku perempuan ini, namun yang menjadi sorotan adalah kalo kita melihat ini sebagi kebohongan berencana tentunya lebih dari satu orang yang terkena.
Karena disana paling tidak ada dua orang dengan orang yang mengaku orang yang mengaku sebagai kepala dusun, dan mungkin dibelakang mereka sudah berencana sama-sama mengambil keuntungan dibalik uang adat atau uang pisuka itu bisa jadi dan secara kemungkinan paling dekat dengan kasus ini, kalau memang dia menggunakan kepala dusun asli dari tempat tinggalnya hal yang tidak mungkin kemudian bahwa kepala dusun tersebut tidak mengetahui si perempuan.
Selain itu juga, dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) mempertegas dengan beberapa Pasal yang tidak jauh berbeda dengan Hukum normatif, yaitu syarat perkawinan yang sah adalah ikatan lahir bathin dan biologis antara laki-laki dan perempuan sebagaimana ketentuan Pasal 1 huruf a, Pasal 1 huruf d, Pasal 29ayat (3) serta Pasal 30 Kompilasi Hukum Islam.
Cinta Dibalas Dusta
Dalam kajian hukum islam pernikahan sejenis (pria dengan pria atau wanita dengan wanita) Hukumnya Haram atau terlarang, begitu juga dengan hukum nasional kita juga melarang pernikahan sejenis.
Kemudian dalam kajian sosiologi pernikahan sejenis menurut Adat Masyarakat Sasak dimana pelaku dan korban berasal, juga menikahi atau pernikahan sejenis adalah perbuatan terlarang atau aib. Kita ketahui pelaku atau pria yang mengaku wanita dan korban sama dari Lombok, yang mana masyarakat Lombok Suku Sasak sangat kuat memegang budaya dan tradisi.
Dalam pendekatan Hukum Pidana kasus ini dapat digolongkan perbuatan pidana penipuan. Karna korban atau mempelai pria melangsungkan akat menikahi mempelai wanita, walau cintanya dibalas dusta, karena mempelai wanita menyembunyikan identitasnya ke prianya, sesungguhnya mempelai wanita adalah pria.
Oleh: Harpunnida Agustina
(Mahasiswa Sosiologi Agama Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama-Universitas Islam Negeri Mataram, serta Aktivis HMI Cabang Mataram)