BIMA – Komunitas Peduli Anak Desa (KPAD) menggelar kegiatan literasi. Dalam rangka memperingati hari lahir Pancasila yang jatuh pada 1 Juni 2021 lalu.
Kegiatan digelar di Lapangan Oi Ncinggi Desa Rite Kecamatan Ambalawi, Kamis (3/6/2021). Sasarannya adalah anak desa dan anak yang ditinggalkan orang tuanya menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI).
Dalam kegiatan tersebut, KPAD menggandeng Lembaga Pengembangan Wilayah (LPW) Bima Raya.
Ketua KPAD Rite, Ilham, S.Pd mengungkapkan alasan program menyasar anak TKI. Karena mereka kurang mendapat pendidikan keluarga karena jauh dari orang tua.
“Kita sangat mengkhawatirkan perkembangan anak yang jauh dari orang tuanya. Bimbingan dan pendidikan keluarga harusnya mereka dapatkan sebagai pelengkap pendidikan yang didapatkan dari sekolah,” ungkapnya.
Kegiatan ini diikuti 28 peserta, 15 diantaranya adalah anak yang ditinggalkan oleh orang tuanya menjadi TKI.
Dalam pelaksanaannya, mereka sengaja digabungkan dengan anak – anak yang lain agar mereka tidak minder selama kegiatan berlangsung.
“Harapannya, mereka memiliki semangat untuk belajar bersama dengan teman – temannya yang lain. Terutama pelajaran dasar yang berkaitan dengan menulis, menghitung dan membaca,” terangnya.
Menurutnya, Anak – anak yang jauh dari orang tua cenderung memiliki perilaku yang tidak terkontrol. Sebagian cenderung “nakal”, akibat pengaruh lingkungan yang tak mendidik.
“Tidak semua anak, akan tetapi sebagian besar menjadi anak nakal dan ini pengalaman saya menangani kasus di sekolah,” lanjut guru BK itu.
Sementara, Direktur LPW Bima Raya, Abdul Haris, S.Pt menuturkan bahwa keberadaan KPAD sebagai komunitas yang peduli akan perkembangan anak harus didukung oleh semua pihak.
“Di masa pandemi ini, pendidikan formal menerapkan kurikulum darurat dinilai kurang efektif dengan kebutuhan anak – anak di desa, maka perlu adanya dukungan pendidikan non formal seperti yang dilaksanakan oleh KPAD dan LPW,” katanya.
Direktur LPW NTB, Taufan, SH,MH mengungkapkan bahwa kegiatan literasi adalah upaya generasi muda mengambil bagian terhadap program pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan di NTB.
“Dengan tema bergerak Pancasila, literasi bersama anak dari pekerja migran Indonesia,” ucapnya.
Memiliki dasar pemikiran, bahwa NTB, dan khususnya wilayah pulau Sumbawa merupakan salah satu wilayah pengirim pekerja migran yang cukup tinggi.
Kemudian PMI, meninggalkan anak dan keluarga. Kondisi
tersebut, berimbas pula terhadap pengasuhan dan ketahanan keluarga yang akan memicu berbagai persoalan sosial. Tak sedikit yang berurusan dengan hukum, bahkan sebagian menjadi korban kekerasan.
“Kegiatan literasi ini diharapkan mampu berkibar dan menularkan semangat di lokasi lain. Dengan literasi maka akan tumbuh kesadaran individu, kelompok dan pemerintah daerah maupun pemerintah desa, juga sebagai bagian meningkatkan kesadaran hukum masyarakat,” harapnya.
Ia menilai, selama ini perhatian terhadap anak pekerja migran dan anak-anak rentan masih minim. Program yang dilaksanakan oleh pemerintah tidak memperhatikan aspek pencegahan tingkat mendasar. Cenderung setelah ada kasus, baru ada penanganan.
Oleh karenanya, LPW NTB berkomitmen akan terus mengembangkan pendekatan seperti ini bersama komunitas lokal, masyarakat dan anak-anak Bukan hanya soal sosialisasi di kantor desa atau di ruang rapat pejabat, akan tetapi di banyak tempat.
“Melalui momen hari lahir pancasila dan hari anak internasional 1 Juni, kami bermaksud menggelorakan nilai Pancasila dalam tumbuh kembang anak, kita bergerak melalui spirit literasi untuk NTB berkelanjutan,” tandasnya. (Dir)