Leicester City memastikan tak bakal menerapkan ‘Coronavirus Job Retention Scheme’ alias skema bantuan pemerintah Inggris untuk membayar gaji pekerja mereka yang dirumahkan selama pandemi COVID-19.
Keputusan itu diambil berdasarkan hasil diskusi antara Susan Whelan selaku CEO Leicester, pelatih Brendan Rodgers, dan Jon Rudkin sebagai Direktur Teknik. Beberapa pemain tim utama, seperti Wes Morgan, juga dilibatkan.
“Pengalaman kami secara kolektif dalam beberapa tahun terakhir, entah itu tragedi atau, pada kesempatan lain, perayaan yang besar, telah menyatukan kami sebagai suatu kelompok,” kata Whelan dalam pernyataannya.
“Warisan kami juga akan ditentukan oleh bagaimana cara kami mempersiapkan klub dalam situasi ini dan bagaimana membawa anggota kami melewatinya guna menuju masa depan yang lebih cerah,” sambung dia.
Leicester menjadi klub ketiga yang memastikan diri tak bakal menerapkan skema bantuan pemerintah Inggris setelah duo Manchester, Manchester United dan Manchester City, yang mengungkapkannya lebih dulu.
“Kami semua menginginkan hal yang sama, yakni memastikan semua staf diperhatikan, ini cara kami ambil bagian terhadap orang-orang di kota dan untuk memastikan klub berada di situasi terbaik saat liga dilanjutkan,” kata Wes Morgan, kapten Leicester.
Secara rinci, skema bantuan tersebut memungkinkan para pekerja yang dirumahkan mendapat 80 persen gaji dari pemerintah, sedangkan sisanya dibayar oleh pihak klub. Dari situ para pekerja tetap mendapat 100 persen gaji mereka. Newcastle United, Tottenham Hotspur, Bournemouth, dan Norwich City adalah sejumlah klub yang bakal menerapkan skema itu.
Sebelumnya, Liverpool juga ingin melakukan serupa, tetapi urung lantaran mendapat kritik dari para suporter. Sebagian suporter itu menganggap bantuan pemerintah mestinya diberikan kepada bisnis kecil-menengah.
Namun, beberapa waktu lalu CEO Premier League, Richard Masters, mengatakan bahwa tak ada batasan dalam penerapan skema tersebut. (red)