Refleksi 63 Tahun Kabupaten Sumbawa dan 1 Tahun Pemerintahan Mo-Novi
Dalam kita membaca pembangunan beserta peluangnya pada suatu wilayah, maka yang paling dibutuhkan itu adalah data, bukan persepsi, sebab persepsi publik bisa bersifat subyektif, bisa juga tidak memahami indikator pembangunan itu apa saja, atau lebih dari itu bisa saja publik banyak yang tidak memahami berbagai program unggulan pemerintah.
Sementara berbicara masalah data, maka standar dan indikatornya jelas. Misalnya dalam kita menilai pembangunan pemerintahan Mo – Novi, maka yang kita nilai adalah persandingan antara rencana yang tertuang dalam RPJMD dan RKPD-nya dengan fakta dalam satu tahun berjalan, inilah yang disebut dengan metode actual and planned performance comparisons.
Maka ketika kita mampu menganalisis output pembangunan yang terjadi dalam satu tahun kepemerintahannya, sudah barang tentu kita bisa menilai tingkat keberhasilan pemerintah daerah itu sejauh mana dalam mereka mengeksekusi kebijakan atau program strategisnya yang dikampanyekan selama ini.
Mari kita melihat analisis faktor pembangunan saat ini sebelum kita masuk pada tataran peluang dan analisis solusinya. Dalam kacamata penulis, terdapat beberapa masalah pemerintah daerah dalam menuntaskan berbagai program strategisnya, yaitu:
Tingkat kebutuhan daerah (fiscal need) yang tidak seimbang dengan kapasitas fiscal (fiscal capacity) yang dimiliki oleh daerah, termasuk Sumbawa, sehingga pasti menimbulkan fiscal gap.
Dalam aspek ini kita bisa membuka data keuangan daerah, dimana kekuatan daerah yang disebut APBD tidak sebanding dengan aspek pembangunan yang harus dilakukan. Kondisi fiscal Kabupaten Sumbawa pada tahun 2021 mengalami tekanan yang cukup dahsyat, sehingga secara akumulasi terjadi pengurangan 220 Milyar dibanding tahun 2020, meskipun pada aspek PAD terjadi penambahan 10,44 % atau sekitar 18 Miliar/Tahun.
Selain itu terdapat pengurangan pada dana transfer (dana perimbangan) sebesar 2,27 %, sehingga total dana perimbangan untuk Kabupaten Sumbawa berada pada angka 1,36 Triliun. Maka total APBD Kabupaten Sumbawa tahun 2021 adalah 1, 63 Triliun (PAD + Dana Perimbangan).
Anggaran stagnan tersebut pun harus dirumuskan secara proporsional untuk Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung. Dalam rumusannya bahwa Belanja Tidak Langsung tentu memiliki porsi yang banyak, sebab ada belanja pegawai yang menjadi porsi terbesarnya. Sementara sisanya baru diporsikan untuk belanja pembangunan.
Nah belanja pembangunan inilah yang porsinya sangat minim jika dibandingkan dengan kebutuhan pembangunan yang seharusnya dilakukan. Inilah yang menjelaskan mengapa begitu banyak narasi kampanye yang disampaikan oleh para aktor politik dari masa ke masa untuk pembangunan berbagai infrastruktur publik selalu lambat bahkan banyak menuai kegagalan.
Sebagai contoh kongkritnya adalah isu infrastruktur Batulanteh. Batulanteh selalu menjadi obyek kampanye para tokoh politik, bahkan banyak yang beranggapan bahwa indikator konkrit keberhasilan pemimpin Sumbawa adalah ketika mereka mampu membangun infrastruktur Batulanteh.
Infrastruktur Batulanteh membutuhkan anggaran yang amat besar dalam pengerjaanya sampi tuntas layaknya infrastruktur wilayah lain, namun kemampuan fiscal dari Pemda belum mampu mengakomodir secara tuntas masalah tersebut, itulah yang disebut fiscal gap.
Kualitas Layanan Publik
Orientasi utama dalam aspek ini adalah kepercayaan publik (trust). Secara politik, kepercayaan publik kepada pemerintah akan semakin menguat manakala kualitas produk layanan publik semakin baik, pun sebaliknya.
Kualitas layanan publik yang masih bermasalah akan menambah rentetan masalah kualitas kerja pemerintah. Aspek ini sangat penting sebab hal tersebut akan berhubungan dengan pendapatan daerah melalui pajak. Masyarakat yang memiliki trust kepada pemerintah pasti akan membayar apa yang menjadi kewajibannya, yaitu pajak dan retribusi daerah lainnya. Sehingga dalam fase ini, tingkat pendapatan daerah melalui hal yang wajib akan membaik.
Sebaliknya menurunnya tingkat kepercayaan publik terhadap kinerja pemerintah juga akan berpengaruh kepada tingkat kemauan publik dalam membayar kewajibannya kepada pemerintah. Isunya hanya bermain pada dua aspek tersebut.
Political Will
Dalam aspek ini, yang paling penting adalah leadership dan manajerial organisasi. Political will akan banyak berbicara pada kemauan pemerintah untuk melakukan terobosan konstruktif, terutama dalam memperbaiki iklim investasi bagi Sumbawa.
Investasi adalah satu-satunya cara yang paling rasional dalam menumbuhkembangkan sumber-sumber pendapatan baru bagi daerah, terlebih NTB saat ini sedang banyak memiliki agenda internasional yang dimana daerah lain tidak berkesempatan melaksanakannya. Tentu ini menjadi entri point bagi daerah yang ada di NTB untuk memanfaatkan peluang tersebut. Tidak main-main, event-event elit internasional akan terlaksana di NTB, dunia akan memperhatikan NTB.
Namun jika pemerintah tidak pandai memanfaatkan momentum ini, maka sudah barang tentu Sumbawa akan ketinggalan kereta. Potensi penambahan pendapatan daerah ada di ruang ini. Semuanya tergantung political will, mampu atau tidak?
Setelah kita memahami permasalahan pembangunan secara garis besar, maka langkah selanjutnya kita akan mudah memetakan peluang dan solusinya. Berikut analisis penulis terkait pilihan solusi dalam pembangunan Sumbawa ke depan :
Fiscal Setting
Aspek ini adalah domain internal Pemda. Dalam mencicil berbagai program strategis pemerintah, secara internal tidak ada jalan lain selain pemerintah harus memahami fiscal setting secara komprehensif. Fiscal setting akan bermain pada ranah dimana pemimpin harus mampu menggeser belanja non pembangunan untuk diarahkan pada belanja pembangunan.
Memang agak sedikit radikal karena akan menyentuh kepentingan-kepentingan tertentu, terutama kepentingan politik dari aktor lainnya, namun pemerintah harus mampu melakukan efisiensi tersebut jika perubahan itu ingin dilakukan.
Selama ini banyak terjadi inefisiensi pada belanja daerah. Dalam menuntaskan masalah formulasi anggaran untuk pembangunan, maka kepala daerah harus memimpin langsung penyusunan anggaran agar kepala daerah bisa memastikan bahwa setiap program strategisnya teranggarkan dalam kebijakan pemerintah.
Pemda menyadari bahwa sumber pendapatan daerah sudah cukup stagnan selama ini, dimana jika berharap lebih pada pemerintah pusat melalui dana perimbangan juga tidak bisa, bahkan jumlahnya berkurang.
Pada sisi lain untung juga terdapat reward melalui Dana Insentif Daerah (DID) atas laporan mandatory spending BPK dengan peringkat WTP, paling tidak terdapat sumber amunisi baru untuk daerah.
Nah untuk menemukan jalan keluar pembangunan atas kapasitas fiscal yang stagnan itu cuma satu, yaitu Pemda harus mampu melakukan fiscal setting secara berani dan kreatif. Ini tergantung kemauan dan keberanian pemimpin.
Birokrasi Setting
Birokrasi setting akan berorientasi pada perbaikan kualitas produk layanan publik. Unsur utama birokrasi setting ini adalah SDM dan sistem. SDM atau disebut softside of change sangat bertumpu pada polarisasi distribusi aktor, atau disebut “mutase”. Jika distribusi aktor dilakukan lebih banyak karena refresentsi politik ketimbang kinerja (performance), maka pemerintah telah gagal pada aspek birokrasi setting, sementara aspek ini adalah penunjang utama terciptanya pembangunan pada suatu daerah.
Buruknya paradigma publik dalam memaknai mutasi juga sangat mempengaruhi kualitas birokrasi, sehingga sebagian besar dari kita dengan enteng dan secara terang-terangan menganggap mutasi adalah hadiah terindah bagi mereka yang ikut lelah dalam perhelatan politik sebelumnya, bukan lagi karena ingin memperbaiki kualitas layanan publik.
Birokrasi setting sangat menentukan kepercayaan publik kepada pemerintah. Jika kepercayaan publik terhadap pemerintah semakin kuat, maka eksekusi kebijakan akan lebih mudah serta iklim pendapatan daerah akan lebih stabil.
Investasi Setting
Investasi setting adalah salah satu konsep pembangunan yang paling utama. Alur pembangunan itu kan berawal dari perencanaan yang disesuaikan dengan kapasitas fiscal. Jika kapasitas fiscal rendah, maka rencana pembangunan pun rendah volumenya, itupun dalam pelaksanaannya terkadang banyak masalah, terutama anggaran.
Maka untuk menuntaskan berbagai masalah pembangunan yang diinginkan selama ini adalah dengan menambah amunisi di inputnya. Cara tersebut tidak bisa dihandalkan dari aspek internal saja, tapi harus berasal dari pihak eksternal, yaitu investasi.
Saat ini adalah peluang dan moment yang sangat baik dalam menciptakan iklim investasi di Sumbawa, sebab NTB akan menjadi pusat perhatian dunia melalui berbagai event internasionalnya. Namun jika investasi tidak siap maka berbagai event internasional tersebut juga akan memiliki dampak yang sangat minim bagi daerah.
Jadi, mari mempersiapkan investasi dulu sebelum berbagai agenda internasional tersebut dilaksanakan, mulai dari investasi hotel, rumah makan, kapasitas rumah sakit dan yang lainnya mengikuti. Sebab dari investasi itu akan menjadi sumber pajak dan retribusi bagi daerah.
Pada saat inilah PAD kita akan jauh meningkat, sehingga secara otomatis APBD akan meningkat signifikan, inilah yang dimaksud dengan investasi setting. Pada fase inilah kita bisa mengeksekusi pembangunan berbagai infrastruktur yang selama ini minim dijangkau oleh kebijakan Pemda.
Secara sistematis logika berpikirnya memang seperti itu. Pada aspek ini akan bisa dijalankan jika kepala daerah memiliki political setting dan link setting, yaitu kemampuan membangun mitra strategis dan kemampuan menciptakan jejaring pembangunan.
Jadi jika ditanya bagaimana peluang pembangunan Sumbawa ke depan? maka jawaban scientifiknya adalah tergantung kepala daerah mampu melaksanakan ketiga solusi diatas, yaitu fiscal setting, birokrasi setting, dan juga investasi setting.
Ingat, Mo-Novi memiliki 10 program kerja yang cukup spektakuler, maka ketiga opsi tersebut bisa menjadi jalan keluar bagi pembangunan menuju Sumbawa Gemilang yang Berkeadaban.
Oleh : Heri Kurniawansyah HS
(Dosen Fisipol UNSA)