Mendekatkan Akses Layanan Kanker Terpadu di Pulau Sumbawa

Bagikan berita

Penulis: dr. Dedy Tesna Amijaya Sp. OG

email: springgreen007@gmail.com

Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit Kandungan RS HL Manambai Abdulkadir

Mahasiswa Sekolah Pascasarjana Prodi Magister Manajemen Inovasi UTS

Menurut World Health Organization (WHO), kesehatan adalah suatu keadaan sehat yang utuh secara fisik, mental, dan sosial serta bukan hanya tidak adanya penyakit atau kelemahan. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang; Kesehatan menyebutkan bahwa Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan juga salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kesehatan yang dimaksud dalam undang-undang tersebut adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara ekonomi dan social.

Kesehatan menjadi bagian penting dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) atau Sustainable Development Goals (SDGs) yang merupakan amanat Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk pembangunan global termasuk Indonesia. Dalam SDGs, sektor kesehatan mencakup empat tujuan (goals), 19 target, dan 31 indikator. Keempat tujuan tersebut berada pada tujuan kedua, ketiga, kelima, dan keenam.

Kanker merupakan salah satu penyakit penyebab kematian tertinggi di dunia. Data Globocan (Global Cancer Observatory) menyebutkan di tahun 2020 terdapat 18,1 juta kasus kanker baru dengan angka kematian sebesar 9,6 juta kematian. Data tersebut juga menyatakan 1 dari 8 laki-laki dan 1 dari 11 perempuan, meninggal karena kanker. Di Indonesia sendiri terdapat 396.914 kasus baru dengan variasi berbagai jenis Kanker dengan pertambahan yang cukup signifikan tiap waktu.

Berdasarkan grafik kasus baru kanker di Indonesia, tujuh puluh persen dari kematian akibat kanker terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Pada tahun mendatang, angka mortalitas kanker diperkirakan akan meningkat secara signifikan. Pada tahun 2030, kematian akibat kanker akan mencapai sekitar 13 juta pertahun di seluruh dunia. Kecenderungan ini lebih mencolok di negara Asia dimana jumlah kematian pertahun pada tahun 2002 sebesar 3,5 juta dan diperkirakan akan meningkat menjadi 8,1 juta pada tahun 2024. Pada tahun 2008 tercatat 700.000 kasus kanker baru di negara-negara anggota ASEAN dan setengah juta kematian akibat kanker terjadi pada tahun yang sama. Besarnya permasalahan kanker tersebut ditambah lagi dengan kondisi sebagian besar (70%) kasus kanker ditemukan pada stadium lanjut yang tentunya selain angka bertahan hidup (survival rate) rendah juga akan menyerap anggaran yang cukup besar.

Berdasarkan data Riskesdas tahun 2018, prevalensi kanker tertinggi adalah 1,4 juta per 1.000 penduduk. Prevalensi kanker tertinggi terdapat di DI Yogyakarta (4,9‰) dan Jawa Tengah (2,1‰), sedangkan Kalimantan Tengah sebesar 1,0‰. Kanker tertinggi di Indonesia adalah kanker payudara dan kanker leher rahim pada perempuan, sedangkan pada laki-laki adalah kanker paru dan kanker kolorektal.

Dari data penyerapan BPJS, Kanker menempati urutan ke-4 penyerapan biaya Rawat Jalan dan Tindak Lanjut pada tahun 2020, data terbaru dari BPJS menyebutkan pembiayaan pengobatan penyakit katastrofik senilai Rp20 triliun pada 2022, sebesar 18%-nya untuk membiayai pengobatan kanker.

Kesehatan merupakan input sekaligus outcome dari pembangunan. Sebagai input pembangunan karena tubuh yang sehat menjadi modal dasar seseorang untuk bekerja dengan produktif maupun untuk melakukan aktivitas lainnya. Dikatakan juga sebagai outcome pembangunan karena kemajuan pembangunan memungkinkan tersedianya fasilitas Kesehatan yang layak bagi masyarakat di bidang ekonomi meningkatkan pendapatan masyarakat sehingga mereka dapat mengakses pelayanan kesehatan yang lebih berkualitas.

Fenomena ini tidak hanya dilihat dari aspek Pembangunan Kesehatan namun juga berdampak terhadap pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, dimana seharusnya bonus demografi Indonesia akan menjadi motor penggerak ekonomi, namun yang terjadi adalah justru menjadi beban ekonomi karena penduduk yang menderita kanker dan penyakit degenerative tentunya menjadi tidak produktif.  Pada akhirnya bermuara pada membengkaknya anggaran kesehatan yang membebani Anggaran Negara.

Melihat begitu besarnya masalah yang muncul akibat penyakit kanker, WHO sebagai organisasi Kesehatan dunia menyarankan kepada setiap negara untuk mulai memiliki program pengendalian kanker. Dengan segala keterbatasan yang dimiliki oleh tiap tiap negara, sebuah program pengendalian kanker yang komprehensif dapat menurunkan angka insiden kanker dan meningkatkan kualitas hidup dari pasien kanker.  Program nasional pengendalian kanker terpadu adalah program kesehatan masyarakat yang secara khusus dirancang untuk menurunkan angka kejadian, kematian kanker dan meningkatkan kualitas hidup dari pasien kanker melalui strategi pencegahan yang berbasis bukti, deteksi dini, diagnosis, pengobatan, paliatif.

Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) terdiri dari 2 pulau besar yaitu Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa. Secara administratif, Provinsi Nusa Tenggara Barat terdiri dari 10 kabupaten/kota. Di sektor kesehatan, Provinsi Nusa Tenggara Barat memiliki 28 Rumah Sakit dan 165 Puskesmas.  Jumlah penduduk tahun 2019 yaitu 5.070.385 tahun 2019 dan tahun 2020 yaitu 5.125.622 jiwa (Badan Pusat Statistik RI, 2020). Secara geografis Pulau Sumbawa  memiliki luas 14.386 km2, dan merupakan pulau terbesar di Provinsi Nusa Tenggara Barat, dimana sepertiga jumlah penduduk Nusa Tenggara Barat  tinggal dipulau ini.

Kota Mataram sebagai ibukota Provinsi merupakan kota terpadat di Nusa Tenggara Barat dan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi dan layanan Kesehatan di NTB. Di kota Mataram berdiri RSUD Provinsi NTB, merupakan RS Tipe A Pendidikan dan pusat Rujukan se- Provinsi NTB yang memiliki berbagai layanan Kesehatan komprehensif dan Sumber Daya Manusia yang memadai. Walaupun begitu jadwal antrian operasi dan kemoterapi-kemoradiasi pasien-pasien kanker masih terbilang panjang berkisar 1-2 bulan lamanya, sehingga dalam waktu tunggu tersebut bisa saja terjadi up-grading dari stadium kanker (misalnya dari kanker stadium II menjadi stadium III) karena terlambat tertangani. Dilansir dari data kementerian Kesehatan RI Saat ini layanan radioterapi di Indonesia baru tersedia di 17 provinsi, sedangkan layanan kedokteran nuklir hanya ada di 10 provinsi di Indonesia. Kondisi seperti ini tentu akan makin menambah morbiditas dan imundefisiensi dari pasien, terlebih lagi pasien-pasien yang datang dari jauh, dan harus menyeberangi laut seperti dari Pulau Sumbawa.

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diluncurkan pada tahun 2014 menjadi upaya Pemerintah dalam mewujudkan pemerataan pelayanan kesehatan yang berkeadilan sosial ke seluruh masyarakat Indonesia termasuk Provinsi Nusa Tenggara Barat. Pelaksanaan JKN yang telah berjalan 9 tahun ini terus diperkuat dengan evaluasi program dan pemerataan, termasuk didalamnya dengan program Jamkesda/BANSOS dari berbagai Pemda di Nusa Tenggara Barat untuk mengakomodir masyarakat yang tidak tercakup kepesertaan JKN dan dengan kondisi ekonomi tidak mampu.

Persebaran jumlah Rumah Sakit dan SDM dokter terutama dokter Spesialis mempunyai peran penting dalam upaya pemerataan pelayanan kesehatan. Salah satu alasannya adalah secara geografis Provinsi Nusa Tenggara Barat terbagi menjadi beberapa pulau yang dipisahkan oleh lautan. Kondisi ini memperlihatkan kondisi geografis yang sulit dan tidak mudah dijangkau layanan rujukan dan sangat tergantung dengan kondisi alam. Hal ini tentunya juga menyebabkan tingkat risiko kematian tinggi. Pembangunan Kesehatan terutama untuk fasilitas Kesehatan yang memadai dan kecukupan tenaga kesehatan sangat bergantung pada kondisi keuangan daerah, dari data Kementerian Keuangan Republik Indonesia tahun 2019 Provinsi Nusa Tenggara Barat merupakan provinsi dengan kapasitas fiskal kategori rendah yaitu 0,395. Ditambah lagi dengan keterbatasan sarana diagnostik dan penatalaksanaan kanker yang masih terfragmentasi, selain itu juga  ketersediaan obat dan logistik kesehatan yang masih belum memadai, menyebabkan upaya penanggulangan kanker di Indonesia belum dapat berjalan secara optimal.

Dinas Kesehatan Provinsi NTB menerapkan upaya penanggulangan kanker yang diselenggarakan secara komprehensif dan terintegrasi melalui  pendekatan sistem berbasis bukti. Berbagai kegiatan yang dilakukan dalam penanggulangan kanker meliputi promosi kesehatan, pencegahan faktor risiko dan perlindungan khusus, skrining dan deteksi dini, penatalaksanaan melalui kerjasama multidisiplin, serta dukungan surveilans dan paliatif kanker. Sampai tahun 2020  Provinsi NTB sudah melatih 104 orang dokter dan 212 orang bidan yang tersebar di 107 Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) di 10 Kabupaten/Kota. Dari 1.139.238 target sasaran wanita usia 30-50 tahun, yang sudah dilakukan deteksi dini kanker dengan metode IVA sebanyak 109.484 orang atau sekitar 9,61 %. Jumlah tersebut masih sangatlah jauh dari target sebesar 50 %.

Untuk mengejar target yang masih jauh tertinggal maka sangat perlu dilakukan kegiatan deteksi dini secara massal untuk menekan angka kejadian kesakitan dan kematian akibat kanker khususnya kanker serviks dan kanker payudara. Untuk melaksanakan deteksi dini secara masif, harus mempunyai tenaga kesehatan (Dokter dan Bidan) terlatih yang lebih banyak.

Dengan kondisi tersebut kiranya Pemerintah Pusat melalui Kementerian Kesehatan bisa mengambil peran penting guna memfasilitasi pemerataan layanan kesehatan. Menteri Kesehatan berulang kali menyebutkan Layanan Kanker merupakan prioritas dalam Transformasi sistem kesehatan di Indonesia. Salah satunya dengan memaksimalkan ketersediaan layanan kanker di 514 Kabupaten/Kota di Indonesia. Kanker sebagai salah satu penyakit penyebab kematian terbanyak di Indonesia perlu mendapat perhatian khusus. Tidak hanya pada layanan kuratif dan rehabilitatif, Kemenkes memprioritaskan layanan kanker melalui program promotif dan preventif, terutama pada skrining dan deteksi dini. Kementerian Kesehatan RI menargetkan semua penduduk Indonesia terutama di daerah terpencil bisa mendapatkan akses layanan kanker serupa dengan di perkotaan.

Untuk Pulau sumbawa kendala dan permasalahan lainnya saat harus merujuk Pasien kanker ke Mataram adalah biaya transportasi, akomodasi dan hilangnya pendapatan dapat memiliki dampak lebih besar terhadap finansial rumah tangga pasien dan keluarga yang menemani pasien yang harus dirujuk untuk mendapatkan Pelayanan kanker (operatif dan atau Kemoterapi). Masalah tersebut mungkin dapat diatasi melalui pengembalian biaya transportasi, transfer tunai bersyarat atau bantuan mikro kredit yang dapat membantu keuangan rumah tangga dari kelompok tidak mampu untuk mendapatkan pelayanan Kesehatan, namun tentunya bukanlah solusi yang tepat, karena secara jangka Panjang tentu tidak efektif dan malefisiensi anggaran.

Saat ini di Pulau Sumbawa terdapat RS HL Manambai Abdulkadir, RS Tipe C milik Pemerintah Provinsi NTB sebagai RS rujukan Regional yang sudah ditunjuk oleh Kementerian Kesehatan berdasarkan Surat Kementerian Kesehatan RI Nomor: ir.02.01/i.i/559/2015, tanggal 28 Januari 2015. Pada Saat ini jumlah tempat tidur pasien sebanyak 157 tempat Tidur  dengan 57 tenaga dokter umum dan berbagai macam dokter Spesialis. Saat ini juga  RS HL Manambai Abdulkadir sedang berbenah dan dipersiapkan naik level menjadi Rumah Sakit type B sehingga jumlah tempat tidur dan jenis Layanan Kesehatan akan ditingkatkan sesuai levelnya. Sebagai bentuk komitmen dalam menjaga kualitas layanan dan keselamatan pasien, RS HL Manambai Abdulkadir terakreditasi Paripurna dari lembaga akreditasi LARS-DHP pada tahun 2022.

Dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan rujukan pada era JKN ini maka diperlukan penguatan rumah sakit rujukan Regional  yang dapat mengampu dari berbagai kawasan yang didukung dengan akses untuk dapat mencapainya. Selain itu, rumah sakit tersebut memiliki layanan unggulan dan sumber daya manusia yang berkompeten.

Kiranya keberadaan RS Rujukan Regional ini bisa dimanfaatkan secara maksimal untuk menjadi Pusat Rujukan Pelayanan Kanker Terpadu di Pulau Sumbawa, tentunya dengan ikhtiar melengkapi  segala sarana/prasarana dan kebutuhan SDM (Bedah Onkologi, , Ortopedi, Urologi, bedah saraf, Radioterapi, Hematologi Onkologi penyakit dalam, Hematologi Onkologi Anak, Paru, THT-KL, Ginekologi onkologi, Dermatologi, Mata, Neurologi, Gizi klinik, Rehabilitasi medik, Tim paliatif). Nantinya RS HL Manambai Abdulkadir akan bisa melakukan layanan kanker terpadu baik berupa diagnostic, operatif, kemoterapi dan paliatif yang akan mengampu dan menjadi pusat rujukan dari 5 kabupaten kota di Pulau Sumbawa yaitu Kabupaten Sumbawa, Sumbawa Barat, Dompu, Bima dan Kota Bima. Peran serta RSUD Provinsi NTB tentu sangat diharapkan sebagai Sister Hospital  dimana sebagai RS Type A Pendidikan akan mampu memberikan bantuan berupa kerja sama Tenaga Medis dan transfer teknologi Kesehatan.

Potensi berkembangnya Pusat Layanan Kanker di Pulau Sumbawa  juga didukung oleh adanya beberapa Perguruan Tinggi diantaranya Universitas SAMAWA dengan Fakultas Kesehatan dan Keperawatannya, dan Universitas Teknologi Sumbawa dengan persiapan akan dibukanya Fakultas Kedokterannya, serta pusat studi Science Techno Park (STP) dengan keunggulan alat-alat berteknologi terbaru dan menghasilkan penelitian-penelitian Biomolekular yang produktif. Kerjasama seperti ini kiranya  efektif dan merupakan adaptasi dari apa yang dilakukan di negara maju seperti di The University of Texas MD Anderson Cancer Center adalah sebuah rumah sakit dan institusi penelitian kanker yang terkemuka di Amerika Serikat. Berbasis di Houston, Texas, MD Anderson fokus pada pengobatan kanker dan penelitian untuk menemukan obat baru dan metode pengobatan yang lebih efektif. MD Anderson merupakan salah satu dari beberapa rumah sakit kanker terkemuka di dunia.

Dengan dukungan semua stakeholder, sinergisitas serta Advokasi dari Pemerintah Provinsi NTB, Pemerintah daerah dan pemerintah Kota di Pulau   Sumbawa serta Pemerintah Pusat melalui Kementerian Kesehatan, tentu harapan  masyarakat Pulau Sumbawa untuk segera terlaksananya Layanan Terpadu Kanker ini bisa segera terwujud.

Bagikan berita

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

berita terkait

Cari Berita Lain...