BIMA, Samotamedia.com – Abdul Wahid yang akrab disapa Bang Wahid adalah pria kelahiran Rite 21 November 1973. Dia adalah Kepala Desa Rite Kecamatan Ambalawi dua periode. Menjabat dari tahun 2004 hingga 2014.
Usai menjabat kepala desa, Bang Wahid memilih menjadi pelatih bela diri Perguruan Margaluyu 151 Cabang Kabupaten Bima.
Mantan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang juga alumni UVRI Makasar ini memang dikenal memiliki keahlian bela diri.
Periode pertama menjadi kepala desa, dia sempat mendirikan perguruan Margaluyu 151 dan mengadakan latihan. Namun tidak bertahan lama karena berbagai kendala.
Tahun 2019 kembali berlanjut dengan didirikannya cabang perguruan itu di Kabupaten Bima. Berpusat di daerah domisilinya, Desa Rite Kecamatan Ambalawi.
Awalnya dia hanya memiliki 4 anggota. Namun tak terasa, memasuki tahap 3 perguruan itu telah wisudakan 51 anggota, dan puluhan orang masih dalam proses pendidikan.

Bang wahid menuturkan, bela diri gerak badan Pencak Margaluyu 151 ini sudah ada sejak jaman Kerajaan Mataram. Di bawah naungan Sultan Agung Hanyokro Kusumo, yang waktu itu dikembangkan oleh pemuda yang bernama Andhak Dinata.
Andhak adalah putra dari Sunda Kelapa atau dari Perahyangan Jawa Barat. Konon dia sebagai abdi Keraton Mataram. Menurut cerita, Ki Andhak meninggal pada 6 Juni 1969 silam, pada usia 394 tahun.
Di masanya, Margaluyu 151 sulit dikembangkan. Karena hidup di masa penjajahan Belanda. Namun dengan kegigihan Andhak, Margaluyu terus berkembang meski dengan cara sembunyi-sembunyi.
Dia mengajarkan jurus-jurus Margaluyu kepada anak pemuda sebagai alat bela diri untuk menghalau para penjajah. ”Memang pada waktu itu bela diri ini khusus untuk menghalau musuh Belanda,” tutur Bang Wahid.
Setelah Indonesia merdeka, 17 Agustus 1945 silam, Margaluyu diresmikan. Tepatnya pada 6 Juni 1946. Seiring berjalannya waktu, Margaluyu 151 terus berkembang pesat sampai saat ini.
”Perguruan Margaluyu ini merupakan organisasi bela diri yang pertama yang berazaskan Pancasila dan UUD 1945. Sejarah telah membuktikan bahwa Margaluyu 151 perguruan tertua di Indonesia,” katanya.
Kehadiran Perguruan Margaluyu di Kabupaten Bima diharapkan dapat memberikan kontribusi besar. Terutama bagi para generasi muda.
Gerakan-gerakan badan yang menjadi jurus di perguruan Margaluyu 151 adalah olah nafas untuk kesehatan jasmani dan rohani.
”Sebenarnya gerakan Margaluyu ini adalah gerakan olah napas untuk pengobatan. Anggota Margaluyu dapat menempatkan posisi tenaga dalam dengan benar. Istilahnya kita mengambil kekuatan dari sang pencipta,” terangnya.
Lebih lanjut bang Wahid menjelaskan, keberadaan perguruan Margaluyu 151 sebagai upaya membantu pemerintah dalam menciptakan generasi muda yang tangguh secara fisik dan sehat secara psikis.
Sejauh ini, kata dia, cita-cita tersebut terbukti berhasil. Banyak orang tua yang mengakui bahwa Margaluyu berdampak baik bagi perkembangan karakter anaknya.
”Ada orang tua mereka yang mengaku, bahwa anaknya sudah banyak perubahan,” katanya.
Menurutnya, perubahan perilaku anak itulah tujuan utama dari adanya Margaluyu 151. Oleh karenanya, ia sengaja merekrut anak – anak muda yang pernah salah memilih pergaulan. Untuk kemudian diproses melalui gerakan badan dan olah nafas.
Dan sampai pada tahap tarekat nanti ia berharap anggotanya dapat membantu mengobati orang lain. (Cr-Dir)