Miris! Guru Berkantor di Gudang, Siswa BAB di Sungai

Bagikan berita

BIMA – SDN 2 Tolowata Kecamatan Ambalawi butuh perhatian serius. Pasalnya, sejumlah sarana dan prasarana masih kurang memadai. Mulai dari bocornya atap bangunan, kurangnya ruang kelas hingga tidak tersedianya kamar mandi siswa.

Kepala SDN 2 Tolowata, Ramli, S.Pd kepada Samota Media mengungkapkan bahwa atap sekolah telah direhab tahun 2017 lalu. Namun kondisinya kini mulai bocor dan kayu penyangga atap juga mulai keropos.

”Mulai keropos terutama dibagian atap. Ruangan kelas IV tidak layak dipakai karena bocor pada musim hujan seperti ini,” ungkapnya, Senin, (25/1/2021).

Tidak hanya itu, jumlah ruang kelas belajar juga masih kurang. Dari enam rombongan belajar, SDN 2 Tolowata hanya miliki 5 ruang kelas. Untuk menyiasati kondisi, satu ruang kelas discut menggunakan triplek.

”Tersedia hanya lima ruangan dan satu gudang sekolah. Kemudian kelas I dan II dibagi dua dengan menggunakan papan triplek sebagai pembatas,” bebernya.

”Sehingga ketika proses pembelajaran kurang efektif. Apalagi yang namanya anak SD sulit dikendalikan aktifnya di ruang belajar,” imbuhnya.

Sekolah tersebut juga tidak memiliki ruang kantor dan ruang perpustakaan. Sehingga terpaksa memanfaat gudang sekolah sebagai kantor. ”Di gudang itu juga sebagai perpustakaannya. Sehingga pelaksanaan administrasinya kurang nyaman,” beber Ramli.

Selain itu, SDN 2 Tolowata juga tidak memiliki kamar mandi siswa. Ketika hendak Buang Air Besar (BAB), para siswa harus lari ke sungai dekat sekolah.

“Sekolah kami menggunakan WC panjang, yakni ke sungai. Akan tetapi ini sangat mengganggu aktivitas belajar, karena sering siswa bergantian minta izin ke kali,” ujarnya.

Sama hal dengan pagar sekolah yang terbuat dari kayu. Sehingga ternak dengan leluasa masuk ke halaman sekolah dan merusak semua tanaman.

Kondisi ini tentu membuat pihak sekolah dilema. Satu sisi dituntut untuk peningkatan mutu dan kualitas pendidikan, sisi lain sarana dan prasarana masih minim.

“Kami selalu dituntut untuk meningkatkan mutu pendidikan. Tapi fasilitas yang tidak memadai. Bagaimana caranya ini?” ujar Ramli.

Mengandalkan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tentu tidaklah cukup. Total dana BOS Rp32,6 juta per tahun dari jumlah 62 siswa.

”’Tiga kali pencairan, yakni triwulan pertama sejumlah Rp8.700.000, kedua Rp15.200.000 dan ketiga Rp8.700.000,” terangya.

Menurutnya, dana BOS habis dialokasikan untuk pengadaan kebutuhan operasional seperti pembelian kertas, tinta, spidol, cat tembok dan insentif 11 guru sukarela.

“Kami tidak bisa berbuat banyak. Hanya mengajukan dan berdoa saja. Semoga pemerintah melirik sarana dan prasarana pendidikan yang ada di pelosok seperti ini,” tandasnya. (Dir)

Bagikan berita

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

berita terkait

Cari Berita Lain...