Pedagang Pasar: Kalau Tidak Jualan Mau Makan Apa?

Bagikan berita

Semenjak Pandemi Virus Corona atau Covid-19 ditetapkan sebagai bencana nasional, aktifitas di luar rumah pun terbatas. Hindari keramaian, hindari kontak fisik. Lalu bagaimana dengan nasib para pedagang pasar? Berikut penelusuran samotamedia.com.

MUHAZI RAMADHAN-SUMBAWA

Kamis (2/3) siang suasana di Pasar Kerato jauh berbeda dari biasanya. Pasar yang biasanya sejak subuh hingga sore hari selalu sesak itu tampak lenggang. Pedagang ramai, namun sepih pembeli.

Diduga kuat ini imbas dari wabah virus Corona yang mematikan itu. Terlebih di NTB terkonfirmasi enam orang dinyatakan positif Corona. Satu meninggal dunia dan satu penderita lainnya adalah warga Kecamatan Lunyuk Kabupaten Sumbawa.

Akibatnya, pemerintah semakin gencar memutus mata rantai penyebaran virus. Semua titik karamaian disisir, kegiatan yang melibatkan banyak orang pun dilarang keras.

Sisi lain, pemerintah memang harus mengambil langkah cepat dan tegas. Namun di sisi lain nasib rakyat kecil terancam. Mau keluar takut tidak keluar lapar. Kondisilah inilah yang dirasakan oleh para pedagang di Pasar Kerato Inter Iwes.

Yani (43), salah seorang pedagang ayam potong di Pasar Kerato kepada samotamedia.com mengaku tidak punya pilihan lain. Perempuan itu terpaksa harus keluar rumah setiap hari dan berdagang seperti biasanya.

Memang tak dipungkiri, dagangannya sepih pembeli. Dalam kondisi normal dagangan milikny bisa terjual hingga 50 ekor. Sejak corona melanda hanya laku beberapa ekor saja. Wal hasil jangankan untung malah buntung.

”Tidak seperti sebelumnya, sekarang sangat sepi. Mungkin orang takut belanja akibat virus Corona,” katanya, sedih.

”Yah, orang lalu lalang di pasar ini bisa dihitung jari. Jadi saya nombok terus karena rugi. Kalau tidak jualan keluarga mau makan apa,” ujarnya.

Hal yang sama juga dirasakan Ibu Jindra (60). Pedagang rempah dan sayuran ini juga terpaksa harus tetap berdagang. Demi mencukupi kebutuhan sehari-hari.

”Sekarang parah, tidak ada yang datang. Tomat jadi tomat, kangkung jadi kangkung tidak menjadi uang. Kemarin ambil timun 20 ribu karena tidak laku 3 hari maka harganya sudah pasti turun,” keluhnya.

Pada hari normal, Ibu Jindra biasanya meraup keuntungan hingga Rp200 ribu per hari. Dengan kondisi ini hanya Rp100 ribu per hari. Kadang kurang dari itu. ”Belanja anak-anak, pengeluaran sehari-hari banyak,” tambahnya lagi.

Para pedagang berharap kondisi cepat berlalu. Sementara itu, pemerintah diharapkan untuk dapat memperhatikan nasib masyarakat kecil selama masa pandemi. (*)

Bagikan berita

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

berita terkait

Cari Berita Lain...