SUMBAWA, Samotamedia.com – Puluhan kaum perempuan berbaris rapi menyungging gabah dengan bakul. Mereka tampak berjalan beriringan menuju aula kantor Desa Batu Bulan, Kecamatan Moyo Hulu, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB) Rabu (30/10/2024) sekitar pukul 14.00 Wita.
Terik matahari siang itu tak lagi dirasakan saat tabuhan alu bersahut-sahutan menghasilkan alunan irama yang khas. Rahmawati terlihat menawan dengan batedung tuntang (penutup kepala berupa kain khas Sumbawa) dan pakaian adat Samawa.
Ia membawa gabah dengan bakul di atas kepala untuk disumbangkan bagi pembangunan masjid desa.Sekelompok perempuan memulai kegiatan dengan prosesi bagonteng yaitu menabuh lesung dengan alu sambil melangko yaitu berpantun dengan syair bahasa daerah Sumbawa.
Alu dan nisung telah dihias sedemikian rupa sehingga terkesan menarik. Rombongan perempuan lainnya berjalan beriringan menuju aula kantor desa dengan membawa gabah diatas kepala.
Mereka diikuti oleh kaum lelaki yang tampak bersahaja dalam balutan baju koko, sarung dan peci mengiringi rombongan perempuan nuja rame yang membawa gabah sumbangan dari rumah masing-masing. Bagi masyarakat Sumbawa, bagonteng merupakan pertanda tama boat atau dimulainya suatu acara besar atau hajatan seperti siang ini yaitu nuja rame.
Tradisi nuja rame, yaitu menumbuk padi beramai ramai yang dilakukan oleh kaum perempuan usai musim panen. Nuja dalam bahasa Sumbawa artinya menumbuk dalam bahasa Indonesia, sedangkan rame artinya ramai.
Alat nuja’ yakni nisung atau rantok dan ngalu. Nisung atau rantok merupakan wadah tempat padi atau beras dimasukkan dan ngalu merupakan alat untuk menumbuk. Nuja rame, biasanya dilakukan masyarakat pada acara tertentu atau perayaan hari besar sebagai bentuk gotong royong atau saling bantu.
Selain ditemui sebagai bagian dari prosesi pernikahan adat Samawa (Sumbawa) usai masa panen padi, Nuja Rame juga digelar untuk penggalangan dana pembangunan desa seperti masjid.
Sariah Zahraini Haris (46) mengatakan jumlah gabah yang disumbang saat nuja rame kali ini tergantung kemampuan.
“Ada yang sumbang satu karung, satu bak. Tidak ada paksaan, semua seikhlasnya. Kalau banyak ya pasti semakin banyak amalnya kalau untuk masjid,” katanya.
Sementara, jika nuja rame saat acara perkawinan maka sistemnya akan dibayar oleh pemilik hajatan. “Jadi seperti arisan, saat ada acara di keluarga kita akan diganti sebesar yang sudah diberikan itu,” sebutnya.
Kepala Desa Batu Bulan, Yunus Syufriadi, menyampaikan tradisi nuja rame terus dilestarikan oleh warga. Kali ini gabah yang terkumpul dari hasil festival nuja ramai akan disumbangkan untuk pembangunan masjid.
Ia menjelaskan, nuja rame adalah bagian dari tradisi pernikahan masyarakat Sumbawa yang dilakukan ketika ada acara perkawinan, sunatan atan hajatan syukuran.
Pemerintah Desa Pada 2024 menggelar event yang lebih besar dalam rangka perayaan 101 berdirinya Desa Batu Bulan bertajuk “Pesona Batu Bulan”.
Kedepan even ini akan terus dilakukan sebagai kalender wisata desa setiap tahun. Berbagai kegiatan digelar di antaranya hiburan rakyat, olahraga, serta beberapa kegiatan budaya lainnya. Pesona Batu Bulan ini sebutnya sudah mulai dilaksanakan sejak tanggal 5 Agustus lalu dan berakhir 1 Oktober 2024 mendatang. Pembukaan dilaksanakan pada tanggal 4 Agustus 2024 diawali dengan pawai budaya lokal Desa Batu Bulan.
Di tempat yang sama, Sekretaris Daerah Kabupaten Sumbawa, Budi Prasetyo mengatakan Pesona Batu Bulan ini merupakan refleksi dari semua kegiatan masyarakat di desa setempat.
“Nuja rame adalah tradisi masyarakat yang selalu dilaksanakan sebagai bentuk saling tolong menolong dan bergotong royong dalam berbagai prosesi seperti perkawinan, pembangunan masjid dan lainnya,” kata Budi.
Ia mengatakan, penguatan adat istiadat dan budaya menjadi kegiatan penting dalam skala prioritas pencapaian pemerintah daerah menuju Sumbawa emas tahun 2045.
“Hari ini kita melihat sudah ada rangkaian yang memberikan penguatan yang lebih kuat lagi kepada generasi kita dan termasuk juga pada wilayah-wilayah desa yang memang tetap mempertahankan adat istiadat leluhur dan memberikan kebaikan buat semuanya di Desa Batu Bulan,” ujarnya.
Ia menilai Festival Pesona Batu Bulan dengan tradisi Nuja Rame mesti rutin digelar.
Menurutnya, tidak semua kecamatan dan desa bisa melestarikan adat budaya dan tradisi di era digital saat ini.
“Perlu dan terus dilestarikan. Jika kita abaikan sekarang nanti generasi mendatang akan melupakannya,” ucap Budi.
Menurutnya, ini adalah salah satu bentuk komitmen dari pemerintah daerah sendiri untuk mendukung ini tetap dapat terlaksana setiap tahun.
“Desa Batu Bulan ini memberikan inspirasi bagi desa-desa yang lain untuk tetap melakukan penguatan pelestarian budaya dengan rangkaian-rangkaian pagelaran festival budaya,” pungkasnya. (Red)