Oleh: Muhammad Fauzi
Mahasiswa Manajemen Perusahaan
Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta
Filsafat bukanlah suatu disiplin ilmu maka sesuai dengan definisinya, sejarah dan perkembangan filsafat tidak akan pernah habis untuk dibahas. Dalam perkembangannya filsafat berkembang melalui beberapa zaman yaitu diawali dari Zaman Yunani Kuno, Zaman kegelapan (Abad 12-13 M), Zaman Pencerahan (14-15 M), Zaman awal Modern dan Modern (Abad 16-18 M), dan Zaman Pos Modern (Abad 18-19) hingga saat ini.
Periode filsafat Yunani merupakan periode terpenting dalam sejarah peradaban manusia. Hal ini disebabkan karena pada saat itu terjadi perubahan pola pikir mitosentris yaitu pola pikir yang sangat mengandalkan mitos untuk menjelaskan fenomena alam. Pada saat itu, gempa bumi bukanlah suatu fenomena biasa melainkan suatu fenomena di mana Dewa Bumi yang sedang menggoyangkan kepalanya.
Pada periode ini muncullah filosof pertama yang mengkaji tentang asal usul alam yaitu Thales (624-545 SM). Pada masa itu, ia mengatakan bahwa asal alam adalah air, karena unsur terpenting bagi setiap makhluk hidup adalah air. Air dapat berubah menjadi gas seperti uap dan benda padat seperti es, dan bumi ini juga berada di atas air.
Cuman semacam ada yang janggal dan tidak fair jika kita merujuk pada informasi dan literatur yang ada, sebab dalam konsumsi bacaan kita yang tersedia hanya sampai pada mengemukakan satu tokoh filsuf saja, sedangkan masih banyak sekali tokoh lainnya, katakanlah Thales dalam sejarah filsafat namanya tidak begitu asing di kalangan orang yang hendak mengkonsumsi bacaan filsafat, yang perlu diketahui, Thales itu hanya salah satu dari ke tujuh orang terpandai yang ada di kota miletos waktu itu.
Kita boleh saja mengenang dan mengagungkan Thales sebagai tokoh filsuf alam terkemuka yang dunia pernah punya. Sebagai manusia yang hidup menikmati sejarah pemikiran tentang alam semesta itu tentu kita patut apresiasi atas capaian serta jasa yang pernah dikemukakan oleh Filsuf Alam yang bernama Thales. Namun, kita jangan lupa bahwa Thales merupakan tokoh filsuf alam yang di kategorikan hanya sebagai salah satu yang terpandai dari ke -7 (tujuh) tokoh filsuf yang hidup dan mengkaji terkait dengan alam semesta di kota Miletos pada sekitaran tahun 625-545 Sebelum Masehi. Lalu Pertanyaannya kenapa hanya Thales lah yang familiar hingga dikenali dunia sampai dekade saat ini? Sedangkan yang ke 6 orang lainnya tidak begitu dikenang! Barang tentu, sebagai faktor pendukungnya karena Thales itu sosok seorang saudagar kaya yang acap kali berlayar di negeri Mesir, hingga bisa dengan mudah dikenali dan menopang proses perkenalan dirinya dan memperkenalkan cara pandangnya tentang alam semesta.
Dibalik bersinarnya nama Thales, justru ada 6 orang dari ketujuh filsuf terpandai yang hidup di Miletos pada saat itu yang ikut tenggelam atas meningginya nama Thales di kancah sejarah perpolitikan dunia, yaitu, Solon, Bias, Pittakos, Chilon, Periandos dan Kleobulos. Dalam sejarah perpolitikan dunia 6 orang terpandai dari 7 tokoh filsuf alam pada masa 625-545 SM tersebut tentu punya andil yang juga cukup serius untuk kehidupan masyarakat kota Miletos, melalui sumbangsih produksi pikirannya hingga mampu mempengaruhi cara pandang masyarakat Miletos.
Bila dikaitkan dengan suasana dan kecenderungan politik kita hari ini, semacam mengajak kita untuk dihantarkan kembali pada masa itu, dimana sebagai satu tarikan yang relevan bahwa mudah saja untuk saling menjatuhkan, menyingkirkan bahkan meniadakan peran manusia yang lain hanya saja untuk memenuhi capaian tujuan kepentingan pribadi dengan menggunakan instrumen kekuasaan atas kekayaan dan kemapanan. Layaknya Thales dan ke 6 orang lainnya itu bisa kita tarik sebagai pijakan untuk melihat bagaimana kompetisi yang kita lihat begitu tidak sehat, perpaduan cara pandang begitu tidak fair bahkan dihindari.
Adanya pergeseran nilai etis dalam masyarakat memberikan suatu corak tersendiri bagi filsafat politik. Pada masa sekarang ini, masyarakat melihat pergerakan politik tidak hanya dalam konteks hak politik dan demokrasi, tapi juga bagaimana lingkungan memiliki peranan penting dalam kehidupan masyarakat yang akhirnya pun berpengaruh pada kontestasi politik. Meski adanya perubahan nilai etis dalam masyarakat, nilai-nilai dasar filsafat politik sesungguhnya tetap dan tidak pernah berubah. Konsep keadilan, kebebasan, dan kedaulatan merupakan tiga hal dasar yang terus dan tetap menjadi indikator evaluasi dalam politik. Pada akhirnya filsafat politik merupakan alat evaluasi dari kekuasaan yang berkuasa untuk memeriksa kembali apakah keadilan, kebebasan, dan kedaulatan berpihak pada masyarakat.
Jadi, kalau kita korelasikan dengan konteks kehidupan politik kita sekarang, untuk menjadi orang yang di kenang dan begitu familiar di kalangan masyarakat itu benar terjadi dengan pengaruh kekayaan dan relasi kuasa itu dapat dengan mudah untuk melempar jauh menenggelamkan yang lainnya sebagai upaya untuk melangitkan diri.
Cara berpolitik figur-figur politik kita sekarang mengalami pergeseran makna dan tujuan berpolitik yang sangat begitu serius dikarenakan dengan hadirnya instrumen politik yang kian tidak mengarah kepada kepentingan dan kedaulatan rakyat secara substansial. Dengan kian kompleksnya cara pandang terhadap berpolitik yang hari ini selalu saja teralamatkan bukan kepada kesejahteraan ketertiban dan keadilan sekaligus sebagai penghambat keterlibatan langsung rakyat untuk mengevaluasi dan mengkritisi setiap kebijakan politik. jika cara seperti ini masih dipake dalam cara kita berpolitik akan sangat disayangkan kemuliaan pikiran tentang kesejahteraan keadilan dan pemenuhan hak bersama itu akan tidak bisa terwujud.