MATARAM – Polda NTB berhasil mengungkap kasus pemalsuan surat keterangan bebas Covid-19. Dalam kasus ini, Polda NTB menetapkan seorang pria berinisial EZZ alias Zul, warga Kelurahan Banjar Kecamatan Ampenan Kota Mataram sebagai tersangka.
Penetapan tersangka EZZ setelah melalui proses penyelidikan atas kasus dugaan pemalsuan hasil rapid antigen 15 orang Jamaah Tabligh yang akan pulang ke Gorontalo melalui penyeberangan pelabuhan Lembar belum lama ini.
“Sudah dua bulan kita lidik, dengan berdasar laporan masyarakat bahwa beredar rapid antigen tidak sesuai aslinya alias palsu. Ini kita kembangkan kita dapat informasi ada 15 jamaah tabligh yang akan pulang ke Gorontalo menyebrang melalui pelabuhan Lembar dan mencari rapid antigen dengan hanya membayar 100 ribu,” jelasnya Dir Reskrimum Polda NTB, Kombes Pol Hari Brata kepada wartawan, Jumat (29/01).
Rapid palsu itu dipesan oleh saksi bernama Yoni Amarta Saputra (23 tahun) warga Lembar pada 26 Januari 2021 lalu. Sebelumnya ia juga pernah memesan rapid antigen serupa kepada tersangka.
Dari keterangan saksi ini kemudian polisi menangkap pelaku berikut barang bukti satu perangkat komputer lengkap dengan printer, uang tunai 1,5 juta, serta 3 unit telpon gengam, serta sejumlah dokumen yang merupakan rapid antigen palsu yang diproduksi tersangka.
“Sudah kita tetapkan tersangka dan kita tahan. Lebih lanjut kita masih dalami aksi pelaku ini sudah berlangsung sejak masa pandemi atau dilakukan berulang-ulang. Karena melihat tinta stempel basah yang dibuat ini sudah berlangsung berulang-ulang,” imbuhnya.
Sementara itu, tersangka mengaku membuat rapid palsu itu hanya untuk membantu rekan sesama jemaah tabligh. Meski menyadari bahwa perbuatannya tersebut bertentangan dengan hukum.
“Baru pertama kali, niat saya hanya untuk membantu,” jelasnya kepada wartawan sambil tertunduk lemas.
Tersangka juga mengaku, kalau barang bukti komputer serta printer yang digunakan tersebut merupakan aset milik salah satu masjid, di wilayah Ampenan.
Atas perbuatannya, tersangka dijerat dengan Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan, dengan ancaman hukumannya selama 6 tahun penjara. (red)