Populasi Kerbau Sumbawa Semakin Menyusut

Bagikan berita

SUMBAWA, Samotamedia.com – Populasi kerbau Sumbawa lima tahun terakhir menyusut. Tahun 2016 populasi mencapai 43.430 ekor. Tahun 2017 menurun 38.706, di tahun 2018 menjadi 37.558, tahun 2019 tersisa 35.965 dan terus merosot hingga mencapai 27.871 ekor di tahun 2020.

Selain kerbau, kuda juga mengalami penurunan populasi. Di tahun 2016 populasi kuda mencapai 30.083 ekor. Menurun menjadi 21.697 di tahun 2017. Tahun 2018 menjadi 20.206, tahun 2019 menjadi 18.582 dan tahun 2020 populasinya 14.377 ekor.

Pakan adalah penyebab utama penurunan populasi. Krisis pakan terjadi akibat panjangnya musim kemarau, rendahnya ketersedian pakan dari hasil budidaya pakan ternak hingga rendahnya pemanfaatan limbah hasil petertanian menjadi pakan ternak.

Kondisi ini kembali diperparah dengan mulai menyempitnya lahan pengembalaan (Lar). Sejak petani Sumbawa mulai beralih ke Jagung, banyak lahan yang awalnya berupa padang rumput dan lahan terbuka beralih menjadi lahan jagung.

”Masalah pakan yang utama. Lar (Lahan pengembalaan) hilang, dari 35 sisa 6. Semua beralih ke jagung,” ungkap Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Sumbawa, H. Junaidi, S.Pt dalam diskusi bertajuk ‘Arah pengembangan kebijakan peternakan sapi dan kerbau di Kabupaten Sumbawa, menuju Sumbawa gemilang yang berkeadaban’ yang digelar Samawa Center di MilkyBo, Minggu (29/8/2021) malam.

Beda halnya dengan sapi. Populasi sapi sedikit mengalami peningkatan. Tahun 2016 populasi sapi mencapai 234.769, meningkat di tahun 2017 dengan total 235.640, tahun 2018 berjumlah 247.702, tahun 2019 menjadi 257.577 dan di tahun 2020 mencapai 264.322. Pertumbuhannya hanya 2,62 persen.

Kenapa sapi meningkat, sementara kerbau justru menurun?

Prof. Dahlanuddin dalam diskusi tersebut mengungkapkan, mayoritas peternak menilai sapi lebih mudah dipelihara daripada kerbau. Secara fisiologi, sapi bisa tahan minum dalam waktu yang lebih lama dari kerbau.

”Sapi dilepas di padang yang tidak memiliki air minum pun bisa tahan. Kerbau di jam 11 sudah cari naungan. Kerbau tidak punya kelenjar keringat, mengeluarkan panas tubuh melalui mulut. Sehingga harus berendam. Ini salah satu penyebab menurun,” ungkap Prof. Dahlan.

Dulunya, lanjut Prof. Dahlan, kerbau dan kuda menjadi primadona bagi kalangan petani karena manfaatnya secara ekonomi. Salain bisa dijual, kerbau juga dapat digunakan untuk membajak sawah. Sementara kuda dapat dimanfaatkan sebagai alat transportasi untuk mengangkut hasil pertanian.

Namun pesatnya kemajuan teknologi di bidang pertanian menggeser semua itu. Kini semuanya beralih menjadi serba mesin. Membajak gunakan hand traktor, mengangkut hasil pertanian pun kini menggunakan kendaraan karena sudah banyak dibangunnya jalan tani.

Meski populasi sapi meningkat, tak berarti peternakan sapi Sumbawa dalam kondisi baik. Menurut Prof. Dahlan, banyak masalah menyelimuti. Antara lain, rendanya produktifitas.
Fakta di lapangan, dalam 100 indukan sapi hanya 50 persen yang breeding (Menghasilkan anak). Secara teori seharusnya 85 persen. Tingkat kematian juga lebih tinggi yakni di atas 10 persen dari yang semestinya hanya 5 persen atau lebih rendah.

Belum lagi masalah pakan yang mempengaruhi tingkat pertumbuhan sapi. Sapi usia 6 bulan, kata Prof. Dahlan, hanya mencapai berat 50-60 kilogram. Padahal sapi seusia itu seharusnya sudah mencapai berat 80-90 kilogram.

”Jadi persoalan kita banyak. Kita tidak boleh bangga dengan populasi (Sapi) kita yang naik. Karena itu hanya data historis. Angka kematian masih tinggi. Yang paling kami soroti, untuk mencapai berat potong 250 kilo, ada yang sampai 3,5 bahkan 4 tahun. Padahal secara biologi seharusnya bisa dicapai di usia 2 tahun dengan pakan yang baik,” ujarnya.

Selain kerbau dan kuda, hewan ternak lain yang populasinya juga menurun adalah kambing. Berdasarkan data Disnakeswan Sumbawa, penurunan populasi kambing mulai terjadi dalam tiga tahun terakhir. Tahun 2016 mencapai 37.379, sedikit meningkat di tahun 2017 dengan jumlah populasi 37.469 ekor.

Memasuki tahun 2018, populasi kambing mulai menyusut menjadi 35.278, tahun 2019 menjadi 33.965 dan tahun 2020 populainya semakin berkurang menjadi 31.790 ekor. (Red)

Bagikan berita

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

berita terkait

Cari Berita Lain...