Ratusan Koleksi Bersejarah Dipamerkan di Museum Sumbawa

Bagikan berita

SUMBAWA – Pemeran Temporer kembali digelar. Pemeran terkait sejarah dan peradaban Tau dan Tanah Samawa itu dipusatkan di UPT Museum Sumbawa mulai dari Senin 21 Juni hingga 10 hari ke depan.

Pameran kali ini menampilkan sekitar 500 koleksi bersejarah. Mulai dari etnografi, duplikasi peninggalan Kesultanan Sumbawa hingga foto-foto yang berhubungan dengan sejarah Kesultanan Sumbawa.

Selain itu, terdapat juga mimbar masjid, peralatan pertanian, peralatan rumah tangga, kandaga peti antik yang menjadi salah satu kelengkapan rumah tangga spesial zaman dahulu.

Kemudian foto-foto pimpinan daerah mulai dari Bupati dan Ketua DPRD dari masa daerah swatantra tingkat II Sumbawa, zaman Sultan Kaharudin III hingga sekarang.

”Belum lagi di sudut-sudut ruangan museum terdapat puluhan etalase yang bisa disaksikan isinya. Ada yang berisi tentang peralatan permainan rakyat, permainan anak-anak peralatan untuk menangkap ikan dan lainnya,” ungkap Kadis Dikbud Sumbawa malalui Kepala Bidang Kebudayaan, H. Hasanuddin S.Pd, Senin (21/6).

Dijelaskan, Pameran Temporer ini dilaksanakan sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap museum, di samping mewujudkan jargon “Museum di Hatiku”.

Menurutnya, ada ratusan koleksi bersejarah di Museum. Namun belum sepenuhnya diakses masyarakat. Oleh karenanya, pameran ini dihajatkan untuk memasyarakatkan museum. Sebab ini menyangkut sejarah dan peradaban Tau dan Tana Samawa.

”Kami ingin menanamkan rasa cinta masyarakat kepada museum. Sehingga pada kesempatan-kesempatan berikutnya, mereka akan datang untuk terus belajar dan belajar sambil berekreasi ke museum terutama Museum Daerah Kabupaten Sumbawa ini,” kata pejabat yang akrab disapa Haji Ace ini.

Pada pameran temporer 2019 lalu, memamerkan kain-kain Pulau Sumbawa. Mulai dari kain kuno maupun sapu kain, selendang khas wanita Sumbawa yang arat-rata usianya di atas 150 tahun.

Kain kuno cukup menarik perhatian. Bahkan mampu menyedot pengunjung 600 per hari. Mulai dari kalangan pelajar, kalangan umum, dan tamu-tamu luar daerah.

”Mereka tertarik setelah melihat dari media social. Mereka datang melihat langsung bagaimana bentuk dan warna serta rupa kain khas Sumbawa,” tutur Haji Ace.

Kemudian pada pameran kedua tahun 2020 lalu juga tak kalah menatik. Ragam hias khas Sumbawa pada semua media ditampilkan. Mulai dari media kain, media kayu, media logam, media papan dan media benang pada tenunan.

Pameran saat itu menarik perhatian banyak anak-anak muda. Bahkan tidak sedikit diantara mereka yang tertarik membuat gantungan kunci, hiasan kap lampu dan lainnya dari ragam hias itu.

Sedangkan pada pameran tahun ketiga ini mengetengahkan proses pembuatan tenun khas Sumbawa. Menurutnya, selama ini sebagian besar masyarakat hanya mengenal produk tenun ikat khas Sumbawa. Tapi tidak melihat secara langsung proses pembuatan motifnya yang rumit, penuh kehati-hatian dan ketelitian, hingga menjadi kain yang indah.

Proses Tenun

Ada empat proses yang ditampilkan dalam pameran ini. Mulai dari Marane, Mili, Sesek Kere Alang hingga Barabat.

Dijelaskan, Marane atau Rane merupakan proses mengurai dan mengatur benang tane atau lungsi. Dimana benang yang sudah dirane ini akan dimasukkan ke dalam sisir yang dikenal dengan proses isi sisir.

‘Marane umumnya dikerjakan langsung oleh Penenun sendiri maupun atas bantuan orang lain,” jelasnya.

Berikutnya Mili yang biasa juga disebut Pili Kemang yakni membuat motif hias songketan dengan menggunakan lidi (lantas).

Disebut Mili atau Pili Kemang, karena Penenun memilih jumlah benang lungsi atau tane yang diangkat guna masuknya lidi yang pada akhirnya akan membentuk motif atau ragam hias pada Tenun Kere Alang (Songket).

Selanjutnya, Sesek Kere Alang. Proses akhir yakni menenun Kere Alang atau Songket khas Sumbawa.

Nesek/Sesek Kere Alang, selain memasukkan Benang pakan juga nyongkat yakni Menyongket benang emas/perak (Kambaya) sesuai kedudukan lidi atau lantas yang sudah terpasang saat Mili.

Proses menenun ini akan dilakukan hingga Kere Alang berukuran panjang 360-380 Cm sesuai ukuran yang dikehendaki motif bidang kain.

Kemudian Barabat. Abat atau Ikat yakni proses mengikat benang yang sudah disusun dan diatur berdasarkan jumlah tertentu sesuai motif yang diinginkan.

Setelah proses Abat, maka benang Tane atau Lungsi diwarnai sesuai warna yang diinginkan. Benang yang diikat akan tetap berwarna dasar putih. Warna putih inilah motif dari tenun ikat dimaksud.

Terakhir, Sesek Kere Abat. Ini merupakan proses menenun untuk menghasilkan Kere Abat atau Tenun Ikat. Benang Pakan umumnya senada dengan benang yang diwarnai sehingga motif hias tetap tergambar jelas pada bagian yang diikat/abat.

”Melalui pameran ini kami ingin masyarakat memiliki seperangkat pengetahuan dan pemahaman tentang museum termasuk bagaimana proses menenun Kre Alang atau songket khas Sumbawa maupun tenun ikat khas Sumbawa,” pungkasnya. (Red/*)

Bagikan berita

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

berita terkait

Cari Berita Lain...