SUMBAWA – Sumbawa saat ini adalah zona merah narkoba. Berdasarkan data BNN Sumbawa, dari 24 Kecamatan 21 diantaranya telah terpapar. Hanya tersisa Kecamatan Rhee, Ropang dan Kecamatan Orong Telu.
Meski menjadi wilayah darurat narkoba, pemerintah daerah terkesan abai. Penanganan yang mesti harus luar biasa malah terkesan biasa saja.
Hal itu mengemuka dalam workshop ‘penguatan kafasitas kepada insan media mendukung kota tanggap ancaman narkoba’ yang digelar BNN Sumbawa di Raberas Resto, Senin (12/4/2021).
Kepala Bakesbangpoldagri Kabupaten Sumbawa, Drs. Wirawan Subekti dalam materinya mengungkapkan bahwa Narkoba adalah kejahatan luar biasa. Sehingga penanganannya pun harus luar biasa. Bila perlu penanganannya seperti penanganan covid-19.
”Ketika penanganan lemah, berbahaya. Seandainya penanganan narkoba bisa ditangani seperti Covid, saya rasa ini selesai sudah. Darurat, tapi penanganan tidak darurat. Luar biasa tapi penanganannya tidak luar biasa,” ujarnya.
Regulasi yang mengatur masalah narkoba sudah sangat banyak. Mulai dari Undang-undang tentang narkoba, Perda Narkoba, Instruksi presiden hingga dikeluarkannya surat Menpan RB yang ditujukan kepada seluruh ASN.
Namun semua itu belum mampu membawa bangsa dan negara, khususnya Kabupaten Sumbawa lepas dari cengkeraman barang haram tersebut.
Oleh karenanya, penanganannya harus lebih serius lagi. Semua pihak harus bersinergi melakukan pencegahan. Pers dalam hal ini diharapkan terlibat aktif mengakampanyekan bahaya narkoba.
”Portugal bisa turun drastis (Kasus) narkoba, karena pers punya peran penting mengkampanyekan bahaya narkoba. BNN bisa kerjasama khusus dengan media,” katanya.
Disamping menggandeng media massa, Wirawan Subekti juga menilai pentingnya dibentuk ”Desa Bersih Narkoba”. Dari 157 di Sumbawa harus dibuatkan desa pilot projeck. ”Kalau ini bisa dimaksimalkan bisa terbebas Narkoba,” tandasnya.
Sosialisasi Tak Maksimal, Dukungan Anggaran Minim
Hal senada juga disampaikan oleh Relawan Gerakan Nasional Anti Narkoba (GANAS ANAR) NTB, Dr. Lahmuddin Zuhri, SH.,M.Hum. Dalam penyampaiannya, Doktor Lahmuddin menekankan kepada pemerintah daerah untuk serius lagi dalam melakukan langkah pencegahan narkoba.
Di samping itu, pemerintah juga harus membuka ruang selebar-selebarnya kepada media massa untuk memberikan hak informasi seluas-luasnya kepada masyarakat terkait bahaya Narkoba. Sebab indikator Sumbawa hebat maupun Sumbawa gemilang adalah Sumbawa yang sehat dan cerdas.
”Sumbawa sehat, bebas narkoba. Cerdas, kebebasan pers harus dilindungi dalam rangka membangun masyarakat cerdas,” terang Dekan Fakultas Hukum Universitas Samawa (UNSA) ini.
Doktor Lahmuddin juga menyoroti minimnya alokasi anggaran dalam pencegahan kasus narkoba. Wal hasil, sosialisasi tidak maksimal dan berita terkait sosialiasi bahaya narkoba juga minim.
Oleh karenanya, keterpihakan anggaran terhadap media massa menjadi salah satu komponen penting yang harus diperhatikan oleh pemerintah daerah. ”Bila perlu 5 persen APBD itu untuk pers,” pungkasnya.
Wartawan senior, Jamhur Husain mengungkapkan, peredaran gelap narkoba di Sumbawa cukup memperihatinkan. Ini bisa dilihat dari maraknya pemberitaan media terkait penangkapan pelaku narkoba yang termuat hampir setiap hari.
Sisi lain, lanjut mantan Ketua PWI Sumbawa ini, sosialisasi bahaya narkoba masih lemah. Kondisi ini kembali diperparah dengan minimnya anggaran sosialisasi melalui media.
Menurutnya, pers memiliki peranan penting dalam memerangi barang haram tersebut. Sehingga BNN maupun lembaga terkait lainnya harus menggandeng media massa dalam upaya pencegahan.
”Peran media sangat penting sekali. Kalau tidak diberitakan, bahaya. Perlu kerjasama antara BNN dengan media,” ucap Ketua Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Kabupaten Sumbawa ini.
Berita Terkait Penindakan Lebih Banyak dari Pencegahan
Sekjen SMSI Kabupaten Sumbawa, Zainuddin mengungkapkan, media siber maupun media cetak memiliki peranan penting dalam memberikan edukasi bahaya narkoba kepada masyarakat sebagai langkah pencegahan.
Banyak kritikan bahwa selama ini media lebih banyak memberitakan peredaran narkoba dari sisi pemberantasan. Padahal, jika media lebih menonjolkan sisi pencegahan, masyarakat bisa teredukasi agar terhindar dari bahaya narkoba.
Berdasarkan Data Media Research Center (MRC), kata dia, dari 8000 lebih sampel berita di media daring, 7.628 berita di antaranya memuat berita dari sisi penindakan. Hanya 1.461 berita yang isinya dari sisi pencegahan.
Sementara untuk berita media cetak lebih sedikit lagi. Dari 1.500 lebih sampel berita, 1.275 berita yang memuat dari sisi penindakan. Sedangkan dari sisi pencegahan hanya 371 berita.
Namun hal itu dapat dimaklumi. Karena selain lebih menarik, berita terkait penangkapan pelaku narkoba juga berpotensi menarik banyak pembaca dan pengunjung. Dari sisi bisnis jelas menguntungkan.
”Kecenderungan berita pencegahan berbau sosialisasi. Diharapkan ada kerjasama yang saling menguntungkan. Keberadaan media dianggap penting, tapi dari keterpihakan anggaran tidak berpihak ke media,” ujar CEO Samawarea.com ini.
Di bagian lain, Zen mengingatkan kepada para wartawan untuk lebih teliti dalam menulis berita terkait narkoba. Jangan sampai menonjolkan nilai rupiah apalagi sisi keuntungan dari bisnis haram tersebut.
”Namun dalam memberitakan tentang narkoba, media harus berhati-hati. Karena bisa jadi berita yang dipublis justru memberikan dampak buruk ke masyarakat,” pungkasnya. (Red)